Perjalanan hari pertama
Selepas mendarat di Soetta, kuayunkan langkah menuju keluar
bandara. Satu per satu sosok laki-laki
menghampiriku, menawarkan jasa untuk mengantarkanku ke tempat tujuan. Aku
menggeleng perlahan sembari mencari taxi yang kuincar. Tak berapa lama, seorang
perempuan menghampiriku,”Ibu nyari taxi??” sapanya ramah. Tersenyum kuanggukkan
kepala. “ ayuh, sama saya aja..” senyumnya yang lebar membuat alisku terangkat.
“ah yang bener??” jawabku tak percaya. “lho, ibu... itu taksi saya di sana...
mari saya bantu angkat tasnya...” dengan sigap ia menarik tasku, sopan. Masih terheran-heran aku ikuti langkahnya
menuju taksi yang dimaksud. Aku sudah bersiap mengeluarkan jurus karateku yang
lama kusimpan “tak berguna”.. hehe.. siapa tahu di dalam mobil sudah menunggu
sekomplotan rampok yang siap menyekapku... waaahhhh... terlanjur buruk
imajinasiku kali ini. Next, aku duduk dengan rapi di taksinya yang nyaman,
diiringi musik lembut khas perempuan...
Ia seorang ibu rumah tangga yang terpaksa menggantikan
posisi suami mencari nafkah. Sang suami terkena sakit yang membuatnya tidak
bisa bekerja memenuhi kebutuhan keluarga. SEBUAH KLISE. Baru 2 tahun di Jakarta, tapi sudah paham
betul seluk beluk Jakarta, karena jam kerja yang tak kenal batas. Rela berpisah
dengan anak-anak yang kemudian di dalam asuhan sang ayah.
Setengah jam kemudian, ia sukses mengantarku ke Balai
Kartini dengan senyum manisnya. Aku berharap akan menjadi langganan tetapnya di
kemudian hari.
Siang di hari pertama
Ruangan kongres sudah dipenuhi orang-orang berdandan ala
profesional. Riuh rendah suasana sapa yang khas mengalir memenuhi ruangan. Ajang
silaturahim dengan teman lama pun tak kulewatkan, hingga saatnya kemudian sesi
acara resmipun dimulai. Sosok seorang ibu yang ramah tampil sejajar dengan
pakar-pakar di meja depan. Ibu Khomsiyah, aku mengenal beliau ketika
melanjutkan pendidikan S2-ku. Saat itu beliau sedang melanjutkan kuliah S3nya. Tak
menyangka, saat ini beliau termasuk salah satu orang yang berpengaruh dalam
perkembangan profesi akuntan di Indonesia.
Malam di hari pertama
Seorang teman mengajakku menginap di rumahnya selama acara
kongres ini berlangsung. Sesampai di rumahnya, sang istri menyambut kami
bertiga (aku dan satu temanku) dengan hangat, menyilakan kami beristirahat di
rumahnya. Seorang perempuan yang
bergelar Doktor tapi rela berperan sebagai ibu yang baik bagi anak-anaknya dan
istri yang setia mendampingi suami dalam segala kondisi. Seorang dosen yang
saat ini rela mengalokasikan sebagian besar waktunya untuk anak-anaknya, di
samping tetap menunaikan tugasnya sebagai tenaga pendidik.
Perjalanan di hari kedua
Menikmati kehidupan kota besar. Keluar rumah jam 5 pagi,
menghindari macet. Alhasil, macetpun terhindarkan, meskipun jadi peserta nomor
wahid yang mengisi daftar hadir hari itu.
Rangkaian acara satu per satu dilalui, hingga pada sesi
coffebreak... aku melangkah menuju meja penuh makanan, dan berniat kembali ke
meja semula. Tapi ternyata, meja yang sebelumnya kududuki saat itu telah
diambil orang lain, hingga memaksaku beralih ke meja yang dipenuhi oleh
sekumpulan ibu-ibu. Betapa terkejutnya aku, ketika duduk dan melihat wajah
mereka lebih dekat. Aku salah pilih “perkumpulan” nih... bayangkan, ibu-ibu
yang aku kira seumuranku, ternyata sudah memiliki garis-garis kerutan di wajah
mereka yang menunjukkan bahwa mereka pasti jauh di atasku, luar biasa
senior-seniorku kali ini.
Aku sudah berpikir bahwa mereka pasti mendampingi suami
mereka di acara kongres akuntan ini. Tebakanku meleset jauh. Justru mereka
hadir adalah sebagai peserta kongres. Oooppsss, malu aku jadinya. Dengan percaya
diri mereka mengatakan bahwa mereka belum “tua”, sembari mengeluarkan kartu
nama mereka satu persatu. Nomor register
keanggotaan mereka yang jauh di atasku, menunjukkan kearifan dan pengalaman
yang pastinya juga jauh lebih banyak dibandingkan diriku. Subhanallah, di usia
yang berkisar 70-an itu, mereka tetap energik melayani klien dengan ceria. Satu
kalimat yang kuingat, yang mereka katakan padaku,”dik, profesi kita sama, kan? makanan
kita yang di atas meja ini sama, kan?... Cuma satu yang berbeda,... ini............”
satu persatu mereka mengeluarkan “obat-obatan” vitamin yang menjadi “dopping”
mereka selama ini.. sembari tetap bersemangat mengikuti setiap rangkaian acara
di hari itu.
Perjalanan Hari Terakhir
Kegiatan Kongres Akuntan sudah berakhir, giliranku pulang
sambil menjemput si sulung dari pesantren karena memang saatnya liburan. Di perjalanan
menuju pesantren, aku mampir di sebuah
mall dan menyempatkan diri untuk beristirahat di mushola yang ada di mall
tersebut. Sosok perempuan dengan ramah menyambutku, menyilakanku menuju tempat
wudhu di sana sembari memegang sapu yang digunakannya untuk membersihkan lantai
mushola yang kotor.
Ia seumuran denganku, tapi dari tubuhnya ia kelihatan masih
berusia 20an, jauh berbeda denganku yang mulai diselimuti lemak di beberapa
bagian tubuh heeheehee.... dengan gesit ia mengeringkan lantai mushola yang
basah, membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan untuk melaksanakan sholat,
menyapa orang-orang dengan ramah, menyiapkan tisu toilet jika sudah habis,...
tak kulihat ia duduk bersantai di saat tugasnya.
Mushola mulai sepi, karena memang belum waktunya sholat. Aku mulai menyapanya. Sembari beristirahat,
aku sempatkan berbincang-bincang dengannya. Sang suami bertugas sebagai penjaga
malam di sebuah perumahan. Dari tahun 2006, diberi upah 500 ribu saja, dan
hingga kini belum pernah mengalami kenaikan. Sementara dua anak mereka semakin
hari semakin besar dan kebutuhannya pun semakin meningkat, maka diputuskanlah
ia untuk ikut membantu meringankan beban suami dengan menjadi cleaning service
di mall tersebut. Beruntung, ia di tempatkan di mushola. Masih ada sebagian
pengunjung yang berkenan memberikan infaq shodaqoh untuknya, sebagai tambahan
di luar upah bulanannya... sebuah pengorbanan bagi seorang ibu rumah tangga.
Teman,
Aku seorang perempuan, aku seorang anggota masyarakat, aku
seorang pengajar, aku seorang anak, aku
seorang istri, dan aku seorang IBU
“SELAMAT HARI IBU”